BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Suatu bangsa
akan kuat bila setiap elemen di dalamnya kuat. Dan setiap elemen tersebut kuat
bila di dalamnya terdapat orang-orang yang kuat. Dan orang-orang yang kuat
adalah orang-orang yang memiliki mental dan karakter yang kuat pula. Tidak jarang kita saksikan sebuah bangsa
menjadi bangsa yang kaya tetapi tidak dapat mempertahankan kejayaannya karena
di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki karakter yang lemah, yang tidak
dapat mempertahankan sikap yang positif dan yang akhirnya tenggelam dalam sikap
yang berpusat hanya pada kepentingan diri sendiri sehingga apa yang dicapainya
tidak dapat dipertahankannya.
Oleh karena itu,
ada suatu kebutuhan yang sangat mendesak bagi kita bangsa Indonesia untuk dapat
mewujudkan sebuah masyarakat yang tidak hanya cerdas tetapi juga memiliki
karakter yang baik yang dapat menopang keberhasilannya. Salah satu cara yang
paling efektif adalah melalui pendidikan di sekolah. Karena hampir sebagian
besar waktu dari generasi muda digunakan di sekolah. Dan di sekolahlah guru mempunyai
kesempatan yang besar untuk memberi dampak positif kepada peserta didik
berkaitan dengan pembentukan karakter mereka.
SMA Immanuel
sebagai sebuah lembaga pendidikan menyadari peran pentingnya dalam melahirkan
peserta didik yang memiliki budi pekerti luhur. Menyikapi akan kebutuhan bangsa
untuk memiliki masyarakat yang berakhlak mulia, SMA Immanuel merencanakan dan
menyelenggarakan sebuah sistem pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya.
II.
RUMUSAN
MASALAH
Kurangnya pemahaman dan kesadaran
peserta didik bahwa nilai-nilai karakter sangat penting dikembangkan dalam
mencapai keberhasilan dalam hidupnya.
III.
TUJUAN
1. Menumbuhkan
nilai-nilai karakter yang positif dalam
diri peserta didik yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsa.
2. Menciptakan
iklim yang kondusif bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi alamiah dari
dalam dirinya.
3. Melahirkan
peserta didik yang tidak hanya mempunyai kompetensi di bidang akademis
melainkan juga memiliki kepribadian yang mulia.
IV.
MANFAAT
Tercipta peserta didik yang
memiliki nilai-nilai karakter positif dalam dirinya sehingga ia akan mampu memberikan
dampak yang positif pula bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
BAB
II
KAJIAN
/ TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
SEKOLAH
Menurut sumber
Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas, kata sekolah berasal dari Bahasa Latin:
skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu
senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang
bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan
waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu
adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika
(seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh
orang
ahli dan mengerti tentang psikologi
anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk
menciptakan sendiri dunianya
melalui berbagai pelajaran di atas.
Saat ini, kata sekolah berubah arti
menjadi: merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar
dan mengajar serta tempat
menerima dan memberi pelajaran. Sekolah
dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah.
Kepala sekolah dibantu
oleh wakil kepala sekolah. Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah
berbeda, tergantung dengan kebutuhannya. Bangunan sekolah disusun meninggi untuk
memanfaatkan tanah
yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas
yang lain.
II.
KARAKTER
A.
Definisi
Sebuah
kamus mendefisinisikan karakter sebagai “the complex of mental and ethical traits marking a
person.” (suatu mental dan sikap yang layak yang menjadi
ciri dari seseorang) . Di kamus yang lain, karakter disebutkan sebagai “the stable and
distinctive qualities built into an individual’s life which determine his or
her response regardless of circumstances.” (kualitas yang
stabil dan yang berbeda yang dibangun di dalam kehidupan seseorang yang
menentukan responnya terhadap lingkungannya)
Abraham Lincoln berkata, “Reputation is the
shadow. Character is the tree.” Karakter bukan hanya apa yang kita usahakan
untuk dilihat orang, ia adalah siapa kita bahkan ketika tidak ada seorangpun
yang melihat. Karakter yang baik adalah melakukan sesuatu yang benar karena
adalah benar melakukan apa yang benar.
Apakah yang disebut
sebagai kualitas karakter atau sifat/cirikhas yang membentuk karakter
seseorang? Bagaimanakah mereka dapat dibangun di dalam kehidupan seseorang?
Apakah sifat-sifat tersebut dapat diubah?
Jika kita membuat daftar
tentang “kualitas karakter atau sifat-sifat
yang baik” kita mungkin akan memasukkan kata-kata seperti kejujuran,
integritas, kemandirian, kesetiaan, antusiasme dan lain-lain. Tentu saja, masih
ada banyak lagi yang dapat kita tambahkan.
Berikut beberapa
kualitas karakter yang didapat dari “The Character Training Institute, Oklahoma
City, Oklahoma:
·
Alertness – Being aware of what is taking
place around me so I can have the right responses.
·
Attentiveness – Showing the worth of a person or
task by giving my undivided concentration.
·
Availability – Making my own schedule and
priorities secondary to the wishes of those I serve.
·
Benevolence – Giving to others basic needs
without having as my motive personal reward.
·
Boldness – Confidence that what I have to
say or do is true, right, and just.
·
Cautiousness – Knowing how important right
timing is in accomplishing right actions
·
Compassion – Investing whatever is necessary
to heal the hurts of others.
·
Contentment – Realizing that true happiness
does not depend on material conditions.
·
Creativity – Approaching a need, a task, or an
idea from a new perspective.
·
Decisiveness – The ability to recognize key
factors and finalize difficult decisions.
·
Deference – Limiting my freedom so I do not
offend the tastes of those around me.
·
Dependability – Fulfilling what I consented to
do, even if it means unexpected sacrifice.
·
Determination – Purposing to accomplish right
goals at the right time, regardless of the opposition.
·
Diligence – Investing my time and energy to
complete each task assigned to me.
·
Discernment – Understanding the deeper reasons
why things happen.
·
Discretion – Recognizing and avoiding words,
actions, and attitudes that could bring undesirable consequences.
·
Endurance – The inward strength to withstand
stress and do my best.
·
Enthusiasm – Expressing joy in each task as I
give it my best effort.
·
Faith – Confidence that actions rooted in
good character will yield the best outcome, even when I cannot see how.
·
Flexibility – Willingness to change plans or
ideas according to the direction of my authorities.
·
Forgiveness – Clearing the record of those who
have wronged me and not holding a grudge.
·
Generosity – Carefully managing my resources
so I can freely give to those in need.
·
Gentleness – Showing consideration and
personal concern for others.
·
Gratefulness – Letting others know by my words
and actions how they have benefitted my life.
·
Honor – Respecting those in leadership
because of the highter authorities they represent.
·
Hospitality – Cheerfully sharing food, shelter,
or conversation to benefit others.
·
Humility – Acknowledging that achievement
results from the investment of others in my life.
·
Initiative – Recognizing and doing what needs
to be done before I am asked to do it.
·
Joyfulness – Maintaining a good attitude, even
when faced with unpleasant conditions.
·
Justice – Taking personal responsibility to
uphold what is pure, right, and true.
·
Loyalty – Using difficult times to
demonstrate my commitment to those I serve.
·
Meekness – Yielding my personal rights and
expectations with a desire to serve.
·
Obedience – Quickly and cheerfully carrying
out the direction of those who are responsible for me.
·
Orderliness – Arranging myself and my
surroundings to achieve greater efficiency.
·
Patience – Accepting a difficult situation
without giving a deadline to remove it.
·
Persuasiveness – Guiding vital truths around
another’s mental roadblocks.
·
Punctuality – Showing esteem for others by
doing the right thing at the right time.
·
Resourcefulness – Finding practical uses for that
which others would overlook or discard.
·
Responsibility – Knowing and doing what is
expected of me.
·
Security – Structuring my life around that
which cannot be destroyed or taken away.
·
Self-Control – Rejecting wrong desires and doing
what is right.
·
Sensitivity – Perceiving the true attitudes and
emotions of those around me.
·
Sincerity – Eagerness to do what is right
with transparent motives.
·
Thoroughness – Knowing what factors will
diminish the effectiveness of my work or words if neglected.
·
Thriftiness – Allowing myself and others to
spend only what is necessary.
·
Tolerance – Realizing that everyone is at
varying levels of character development.
·
Truthfulness – Earning future trust by
accurately reporting past facts.
·
Virtue – The moral excellen ce evident in
my life as I consistently do what is right.
·
Wisdom – Seeing and responding to life
situations from a perspective that transcends my current circumstances.
Dengan
memiliki daftar tersebut di atas akan memudahkan kita untuk berfokus kepada
beberapa karakter yang khusus untuk membangun “karakter yang baik” di dalam
kehidupan kita.
Dengan menggolongkan
karakter ke dalam elemen dasarnya, kita akan lebih mampu untuk berfokus pada
pembangunan karakter yang spesifik dalam
hidup kita. Dengan memperkuat beberapa karakter tertentu, seluruh karakter kita
sedang diperbaiki. Sebagai contoh kejujuran,
ia terdiri dari beberapa kualitas dasar, yakni kebenaran, kemandirian,
kerajinan dan lain-lain. Oleh karena itu, ketika saya sedang berusaha untuk
menjadi jujur, saya juga pasti akan menjadi lebih benar, lebih mandiri, lebih
rajin dan sebagainya.
B. Pengaruh
Karakter dalam Kehidupan Kita
Telah
disebutkan bahwa KARAKTER adalah pondasi dari semua kesuksesan sejati.
Seseorang mungkin bisa memiliki uang, posisi atau kekuasaan, tetapi jika ia
tidak memiliki karakter yang “baik” maka ia tidak dapat dikategorikan memiliki
kesuksesan yang sejati.
Karakter Menentukan Kesuksesan
Kita jarang berpikir bahwa karakter
dapat memberikan dampak terhadap kesuksesan atau kegagalan kita. Tetapi ketika
kita berpikir bahwa kualitas individu membentuk karakter seseorang, kita akan
dengan mudah melihat bahwa memang benar demikian.
Seorang
pelajar yang berjuang dengan matematika seringkali bisa berhasil karena rajin
belajar dan mengerjakan latihan setiap hari dan tetap bertahan ketika ia letih
dan tidak ingin berhenti.
Magic
Johnson, salah satu pemain basket terkenal, mengembangkan kemampuannya dengan
berlatih setiap hari saat ia muda. Ia mempraktekkan keteguhan hati dan
ketekunan.
Abraham
Lincoln menjadi presiden setelah berulangkali kalah dalam pemilihan karena minimnya
perolehan suara. Karakternya adalah bahwa ‘ia tidak mau menyerah’. Ada begitu
banyak contoh , betapa perhatian terhadap hal-hal yang kecil telah membuat
perbedaan, betapa kerajinan dan kemandirian seseorang dapat
mengantarnya pada promosi.
Ada
juga beberapa contoh negatif. Kegagalan Richard Nixon melakukan apa yang benar
telah menggiring dia pada kejatuhan. Kurangnya penguasaan diri pada diri O.J.
Simpson menyebabkan ia terjebak dalam masalah yang besar. Kurangnya kerajinan
dalam diri pelajar akan membawanya pada kegagalan untuk menyelesaikan studinya.
III.
PENDIDIKAN KARAKTER
A.
Konsep Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai “the deliberate use of
all dimensions of school life to foster optimal character development.”
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut
David Elkind dan Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai
sebagai berikut: “character education is
the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core
ethical values. When we think about the kind of character we want for our
children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care
deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in
the face of pressure from without and temptation from within.”
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan
keteladanan mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau
menyampaikan materi, bagaiman guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait
lainnya.
Menurut
T.Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi
anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga
negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Oleh karena itu, hakekat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan
di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
Pendidikan
karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral
universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut
sebagai the golden rule. Pendidikan
karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai
karkater dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter
dasar tersebut adalah : cinta kepada Allah dan ciptaanNya (alam dengan isinya),
tanggungjawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli dan kerjasama,
percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan
kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta
persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari:
dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggungjawab,
kwarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil dan punya
integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak
kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi
nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut
atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah
itu sendiri.
Dewasa
ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan
karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada
fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam
masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral
lainnya. Bahlan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada
taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal
sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan
peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan
intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para
pakar pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan
karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan
pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya.
Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan
pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara
barat, seperti: pendekatan perkembangan moral koognitif, pendekatan analisis
nilai dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan
penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial
tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan
grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial
kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh
potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik) dalam
konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah dan masyarakt) dan
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas
proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam : Olah
Hati (Spiritual and Emotinal Development), Olah Pikir ( Intelectual
Development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and Kinestetic Development)
dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity Development).
Para
pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut
Hersh, et. Al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori
yang banyak digunakan, yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan
pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral
kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klarifikasi tersebut,
Elias (1989) mengklarifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga,
yakni : pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku.
Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian
psikologi, yakni: perilaku, kognisi dan afeksi.
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkuangan dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
B.
Nilai-Nilai Karakter
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial,
peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi
butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, yaitu
nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan. Berikut adalah daftar
nilai-nilai utama yang dimaksud dan deskripsi ringkasnya.
1.
Nilai karakter dalam bubungannya
dengan Tuhan
a. Religius
Sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
2.
Nilai karakter dalam hubungannya
dengan diri sendiri
a. Jujur
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
b. Bertanggungjawab
Sikap
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
c. Bergaya
hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik
dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan yang buruk yang
dapat mengganggu kesehatan.
d. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja
Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f.
Percaya Diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap
pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
g.
Berjiwa wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau
berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi
untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan
operasinya.
h.
Berpikir logis, kritis, kreatif dan
inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau
logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termuktahir dari apa yang
telah dimiliki.
i.
Mandiri
Sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
j.
Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
k.
Cinta Ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepeduliaan dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
3.
Nilai karakter dalam hubungannya
dengan sesama
a. Sadar akan hak dan kewajiban diri
dan orang lain
Sikap
tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri
dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
b.
Patuh pada aturan-aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan
berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
c. Menghargai
karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
d.
Santun
Sifat
yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke
semua orang.
e. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
4.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan
lingkungan
a. Peduli
Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
b. Peduli
Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
5.
Nilai kebangsaan
a. Semangat
Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
b. Nasionalis/
Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
c.
Menghargai
keberagaman
Sikap
memebrikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik,
sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
C.
Tahapan Pengembangan Karakter
Pengembangan atau pembentukan karakter
diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya
untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah.
Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak
yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan
mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan
berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki
tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang
tua dan lingkungannya.
Karakter dikembangkan melalui tahap
pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit).
Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki
pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya,
jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut.
Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian
diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character)
yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling atau
perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan
bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah
lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami,
merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan
(moral).
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral
knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral
awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values),
penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral
reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan
pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan
aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini
berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik,
yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self
esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta
kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control),
kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan
atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen
karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan
yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari
karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan
kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu sistem
pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung
nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan
saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau
emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional (lihat Diagram
1).
Diagram 1. Keterkaitan komponen moral dalam pembentukan
karakter
Kebiasaan berbuat baik tidak selalu
menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai
pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya
tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya
penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu
dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk
menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu dalam pendidikan
karakter diperlukan juga aspek perasaan (domain affection atau emosi).
Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut dengan “desiring the good” atau
keinginan untuk berbuat kebaikan. Pendidikan karakter yang baik dengan demikian
harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral
knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good”
(moral feeling), dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua
manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham. Dengan
demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni mengembangkan
moral knowing, kemudian moral feeling, dan moral action.
Dengan kata lain, makin lengkap komponen moral dimiliki manusia, maka akan
makin membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh.
Pengembangan karakter sementara ini
direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran
lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan nilai-nilai secara
kognitif, dan mendalam sampai ke penghayatan nilai secara afektif. Menurut
Mochtar Buchori (2007), pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke
pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa
batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri anak, yaitu munculnya
keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini
disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad
ini disebut langkah konatif. Pendidikan karakter mestinya mengikuti
langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari pengenalan nilai secara kognitif,
langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan
tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantoro menterjemahkannya dengan kata-kata cipta,
rasa, karsa.
D.
Pendidikan Karakter secara terpadu
melalui pembelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah
Prinsip dan Pendekatan
Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan
karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke
dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu,
guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai
yang dikembangkan dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Prinsip pembelajaran yang digunakan
dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar
peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya
melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip
ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat.
Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri
sendiri sebagai makhluk sosial.
Berikut prinsip-prinsip yang digunakan
dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses
pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses
panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan
pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun
pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang
telah terjadi selama 9 tahun.
2. Melalui semua mata
pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran,
dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
3. Nilai tidak diajarkan
tapi dikembangkan; mengandung
makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa;
artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti
halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti
dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan.
Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media
untuk mengembangkan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Juga, guru tidakharus mengembangkan proses belajar khusus
untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu
aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Konsekuensi dari prinsip ini,
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun
ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu
nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada
dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu.
4. Proses pendidikan
dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan;
Prinsip ini menyatakan bahwa proses
pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan
oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku
yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses
pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan
tidak indoktrinatif.
Diawali dengan perkenalan terhadap
pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar aktif.
Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus
aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik
aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan
informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi
data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan
nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui
berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di
luar sekolah.
Perencanaan
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan
budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga
kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik
dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini:
1.
Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembangan diri,
perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan
melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah, yaitu melalui
hal-hal berikut.
a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang
dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh
kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan
badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama
atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu
mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga
kependidikan, atau teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang
dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya
pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan
yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga.
Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada
saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan
melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah
tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain,
berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.
Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik
dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi,
menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani
menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap
guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta
didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain
menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang
lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat
pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap
peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.
d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan
pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai
pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak
sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan
alat belajar ditempatkan teratur.
2. Pengintegrasian dalam mata
pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan
budaya dan karakater bangsa diintegrasikan
dalam setiap pokok bahasan dari setiap
mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP.
Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut
ini:
a. mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b. menggunakan tabel 1 yang
memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk
menentukan nilai yang akan dikembangkan;
c. mencantumkankan nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;
d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah
tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e. mengembangkan proses pembelajaran
peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan
melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai;
dan f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk
menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas,
umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler,
kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun
interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana
kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru
dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya,
dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan
antarkelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama
yang berlaku di suatu sekolah.
Kepemimpinan, keteladanan, keramahan,
toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan,
rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan
dalam budaya sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup
kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga
administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan
fasilitas sekolah.
Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya dan
karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara
aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas,
sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata
pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar
mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh
karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan
nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian,
untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi,
disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca
dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan
beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu,
dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki
kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.
2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah
yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga
administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran,
dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan seharihari sebagai bagian
dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program
sekolah adalah lomba vocal
group antarkelas
tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema
budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba
olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta
didik bertema budaya dan karakter bangsa, pameran foto hasil karya peserta
didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba
mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan budaya dan
karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber untuk berdiskusi, gelar wicara,
atau berceramah yang berhubungan dengan budaya dan karakter bangsa.
3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan
kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang
sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik.
Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah
air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk
menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa
musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu
membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
I.
PERENCANAAN
KEGIATAN
Dengan mengacu
pada modul panduan pendidikan karakter di SMA yang dikeluarkan oleh Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Timur, maka SMA Immanuel menyusun beberapa program
untuk memecahkan masalah minimnya pemahaman dan kesadaran peserta didik akan
pentingnya karakter dalam kehidupannya, antara lain:
1.
Program
Pengembangan Diri
a.
Jenis dan strategi
pelaksanaan Pengembangan diri yang diselenggarakan SMA Immanuel adalah sebagai
berikut:
Jenis Pengembangan diri
|
Jenis Kegiatan
|
Nilai-nilai yang ditanamkan
|
Strategi
|
Bimbingan Konseling
|
·
Pembinaan individu
·
pembinaan tatap muka
guru BP masuk kelas
|
· kemandirian
· percaya diri
· kerjasama
· demokratis
· peduli sosial
· komunikatif
· jujur
|
· pembentukan karakter atau kepribadian
· pemberian motivasi
· bimbingan karier
|
Kegiatan Ekstra
kurikuler
|
|||
1.
Pengembangan Bakat
|
Olah raga
·
Basket
·
Futsal
Seni
·
Paduan Suara
·
musik
·
Tari
|
· Sportifitas
· menghargai prestasi
· kerja keras
· disiplin
· cinta damai jujur
· Displin
·
Kreatifitas
·
Ketekunan
· Menghargai hasil karya orang lain
· Peduli Budaya
· cinta tanah air
·
semangat kebangsaan
|
· melalui latihan rutin
· perlombaan olahraga
· latihan rutin
· mengikuti lomba
· mengisi acara akbar
· pagelaran seni
· peringatan hari besar nasional/agama
|
2.
Pengembangan minat
|
·
Agronomi
|
· percaya diri
· kreatif
· mandiri demokratis
· kerja keras
· pantang menyerah
· peduli sosial
· cinta damai cinta tanah air
· sabar
· kerjasama
|
· latihan rutin
· pameran
· pasar seni
|
2.
Pengintegrasian
Nilai Karakter pada Mata Pelajaran
Pada prinsipnya pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan
tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya
sekolah. Guru dan sekolah mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa ke dalam KTSP, silabus dan RPP serta penilaian yang
sudah ada. Indikator nilai-nilai budaya dan karakter bangsa ada dua jenis yaitu
(1) indikator sekolah dan kelas, dan (2) indikator mata pelajaran.
Indikator sekolah dan kelas
adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru dan personalia sekolah
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana
pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan
kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari(rutin).
Indikator mata pelajaran mengambarkan perilaku afektif seorang peserta didik
berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Perilaku yang dikembangkan dalam
indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif artinya
perilaku tersebut berkembang semakin komplek antara satu jenjang kelas dengan
jenjang kelas diatasnya, bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Guru memiliki
kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus dikembangkan
sebelum ditingkatkan ke perilaku berikutnya yang lebih komplek.
Pembelajaran pendidikan budaya
dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar aktif dan berpusat
pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah dan masyarakat.
Dikelas dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru dengan
cara integrasi. Di sekolah dikembangkan dengann upaya pengkondisian atau
perencanaan sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan dalam Kalender Akademik
dan dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah sehingga peserta
didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan
nilai-nilai budaya karakter bangsa. Di masyarakat dikembangkan melalui kegiatan
ekstra kurikuler dengan melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan
rasa cinta tanah air dan melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan
kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Adapun penilaian dilakukan secara terus
menerus oleh guru dengan mengacu pada indikator pencapaian nilai-nilai budaya
dan karakter, melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan
suatu tindakan di sekolah, model anecdotal
record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang
berkenaan dengan nilai yang dikembangkan), maupun memberikan tugas yang
berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya.
Nilai-nilai
karakter yang dikembangkan pada SMA/SMK sesuai dengan Modul Pendidikan Karakter
untuk SMA yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Jawa Timur antara lain:
No
|
Nilai
|
Penjelasan
|
1
|
Religius
|
Sikap dan
perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi
terhadap pemeluk agama yang berbeda, serta hidup rukun dengan pemeluk agama
lain
|
2
|
Jujur
|
Perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dipercaya
dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan
|
3
|
Toleransi
|
Sikap dan
tindakan menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan
tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya
|
4
|
Disiplin
|
Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pabda berbagai ketentuan peraturan
|
5
|
Kerja Keras
|
Perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar,
tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
|
6
|
Kreatif
|
Berfikir dan
melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru dari yang telah
dimiliki
|
7
|
Mandiri
|
Sikap dan
perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya
|
8
|
Demokratis
|
Cara berfikir,
bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
|
9
|
Rasa Ingin Tahu
|
Sikap tindakan
yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajari yang dilihat dan didengar
|
10
|
Semangat
Kebangsaan
|
Cara berfikir,
bertindak, dan yang berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan diri dan kelompoknya
|
11
|
Cinta Tanah Air
|
Cara berfikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepeduliandan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan
politik bangsa
|
12
|
Menghargai
Prestasi
|
Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain
|
13
|
Bersahabat/Komunikatif
|
Tindakan yang
memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerjasama dengan orang
lain
|
14
|
Cinta Damai
|
Sikap, perkataan
dan tindakan yangb menyebabkan oranglain merasa senang dan aman atas
kehadiran dirinya
|
15
|
Gemar Membaca
|
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai macam yang memberikan kebajiakn bagi
dirinya
|
16
|
Peduli Sosial
|
Sikap dan
tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan kepada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan
|
17
|
Peduli Lingkungan
|
Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam disekitarnya
dan menegmbangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi
|
Dari hasil
pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan dan sebagainya guru dapat
memberikan kesimpulan/pertimbangan yang dinyatakan dalam pernyataan kualitatif
sebagai berikut:
1.
BT : Belum terlihat
(apabila peserta didik memperlihatkan tanda tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator)
2.
MT : Mulai Terlihat
(apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda tanda awal
perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten)
3.
MB : Mulai berkembang
(apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang
dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten)
4.
MK : membudaya(
apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan
dalam indikator secara konsisten)
3.
Budaya
Sekolah ( Kegiatan Rutin/Pembiasan)
Kegiatan Rutin/
pembiasaan SMA Immanuel Batu dilaksanakan sebagai berikut:
Kegiatan
|
Contoh
|
Rutin, yaitu
kegiatan yang dilakukan terjadwal
|
·
piket kelas
·
ibadah
·
doa pagi
·
berdoa sebelium dan
sesudah pembelajaran dikelas
·
bakti sosial ( donor
darah)
·
upacara bendera
·
Jumat bersih
·
Jumat sehat
·
Baca di perpustakaan
·
entrepreneur
·
Akses materi di Lab.
Komputer
·
retreat
|
Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalamkejadian khusus
|
·
memberi dan menjawab
salam
·
meminta maaf
·
berterima kasih
·
mengunjungi orang
sakit
·
membuang sampah pada
tempatnya
·
menyiram tanaman
·
menolong orang yang
sedang dalam kesusahan
·
meleraikan
pertengkaran
|
Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari
|
·
performa guru
·
mengambil sampah
yang berserakan
·
cara berbicara yang
sopan
·
mengucapkan terima
kasih
·
minta maaf
·
menghargai pendapat
orang lain
·
memberi kesempatan
terhadap pendapat yang berbeda
·
mendahulukan
kesempatan pada orang tua
·
penugasan peserta
didik secara bergilir
·
mentaati tata tertib
·
memberi salam ketika
bertemu
·
berpakaian bersih
dan rapi
·
menempati janji
·
memberikan
penghargaan kepada orang lain yang berprestasi
·
berperilaku santun
·
pengendalian diri
yang baik
·
memuji orang yang
jujur
·
mengakui kebenaran
orang lain
·
mengakui kesalahan
diri sendiri
·
berani mengambil
keputusan berani berkata benar
·
melindungi kaum yang
lemah
·
membantu kaum fakir
·
sabar mendengar
orang lain
·
mengunjungi teman
yang sakit
·
membela kehormatan
bangsa
·
mengembalikan barang
yang bukan miliknya
·
antri
·
mendamaikan
|
II.
PELAKSANAAN
KEGIATAN
Kegiatan
dilaksanakan mulai tahun pelajaran 2009/2010 – sekarang
III.
HASIL
KEGIATAN
No
|
Permasalahan
|
Kegiatan
nyata yang telah dilakukan
|
Hasil
Kegiatan
|
1
|
Peserta
Didik kurang disiplin waktu datang ke sekolah
|
Sekolah
mengadakan pembiasaan doa pagi yang beragama nasrani, dan studi pustaka bagi
yang beragama lain.
|
Jumlah
peserta didik yang terlambat mulai berkurang
|
2
|
Peserta
Didik kurang menghormati guru dan karyawan
|
Sekolah
mengadakan pembiasan Sapa, Senyum dan Salam (3S )
|
Rasa
hormat kepada guru dan karyawan meningkat dalam 2 tahun terakhir
|
3
|
Peserta
Didik sering berkata kotor dan kurang dapat menunjukkan sikap yang baik selam
pelajaran
|
Sekolah
mengadakan pembinaan kerohanian
(retreat) setahun sekali dan ibadah pagi setiap pagi serta pembinaan karakter setiap hari Senin
meinggu 1 dan ke 3
|
Peserta
Didik lebih mudah diatur dan menunjukkan sikap yang baik dalam pembelajaran
|
4
|
Peseta
Didik kurang antusias mengikuti proses pembelajaran
|
Guru
menerapkan strategi pembelajaran yang aktif,
inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
|
Dalam
waktu 2 tahun semangant peserta didik dalam mengikuti pembelajaran mulai
meningkat.
|
5
|
Peserta
Didik kurang memiliki komunikasi yang baik dengan guru dan kurang peduli
dengan lingkungannya.
|
Sekolah
mengadakan kegiatan yang melibatkan semua guru dan peserta didik bersama-sama
misal, Jumat bersih, Jumat sehat, retreat dan Ibadah bersama setiap Sabtu.
|
Dalam
waktu 2 tahun terakhir keakraban guru dan peserta didik terjalin dengan baik
dan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan meningkat.
|
6
|
Peserta
Didik kurang memahami nilai tanggungjawab
|
Sekolah
mengadakan pelatihan/diklat rutin untuk tiap pengurus OSIS dan
bagian-bagiannya.
|
Tumbuh
nilai kemandirian dan tanggungjawab dalam diri peserta didik dalam setiap
kegiatan bersama
|
7
|
Peserta
Didik kurang kreatif dan kurang berani menunjukkan potensi dalam dirinya
|
Sekolah
membentuk beberapa ekstrakurikuler
untuk memotivasi peserta didik lebih kreatif dan berani
|
Peserta
Didik mulai berani menunjukkan kreatifitasnya dan merasa betah di sekolah
|
8
|
Kurangnya
jumlah peserta didik yang mencapai ketuntasan dalam kompetensi akademis
|
Sekolah
mengembangkan pola belajar dengan menggunakan tutor sebaya
|
Prosentase
ketuntasan belajar peserta didik meningkat
|
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pengalaman kami dalam melaksanakan tugas sebagai guru, maka kami menyimpulkan
bahwa:
1.
Pendidikan
karakter mutlak perlu diberikan di dalam pendidikan formal sejak usia dini.
2.
Pendidikan
karakter akan memperbaiki moral bangsa menuju kepada bangsa yang bermartabat
dan berkualitas.
3.
Pendidikan
karakter adalah kunci keberhasilan
peserta didik dalam mencapai tujuan hidupnya.
4.
Pendidikan
karakter sangat efektif ketika menggunakan prinsip keteladanan dari para
pemimpin, guru dan orang tua.
5.
Pendidikan
karakter tidak hanya akan dapat membuat peserta didik sendiri menjadi orang
yang kuat, melainkan juga keluarga, bangsa dan negara akan menjadi kuat.
6.
Pendidikan
karakter akan membuat peserta didik lebih maksimal dalam mengembangkan potensi
dalam dirinya.
7.
Pendidikan
karakter akan membuat suasana sekolah menjadi lebih kondusif bagi peserta didik
untuk mencapai kompetensi yang
diinginkan dalam tugas belajarnya.
B.
Saran
1.
Pemerintah
Indonesia lebih giat lagi mensosialisikan pentingnya pendidikan karakter, baik
secara langsung maupun melalui media.
2.
Dinas
Pendidikan lebih aktif lagi dalam
mengadakan kegiatan-kegiatan yang menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai
karakter budaya bangsa, baik bagi peserta didik maupun para staf pendidik.
3.
Adanya
keteladanan dari para pemimpin bangsa, pemerintahan sampai pada para guru dan
orang tua dalam penerapan nilai-nilai karakter budaya bangsa.
4.
Adanya
dukungan dana dari pemerintah untuk sekolah-sekolah dalam rangka pengembangan
fasilitas pendidikan karakter peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Harijati, Asri, dkk, 2010. Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
Atas. Surabaya: Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Timur.
Hasan,Said Hamid, dkk, 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum