keyln.com

Kamis, 06 September 2012

best practise



BAB I
PENDAHULUAN

       I.            LATAR BELAKANG
Suatu bangsa akan kuat bila setiap elemen di dalamnya kuat. Dan setiap elemen tersebut kuat bila di dalamnya terdapat orang-orang yang kuat. Dan orang-orang yang kuat adalah orang-orang yang memiliki mental dan karakter yang kuat pula.  Tidak jarang kita saksikan sebuah bangsa menjadi bangsa yang kaya tetapi tidak dapat mempertahankan kejayaannya karena di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki karakter yang lemah, yang tidak dapat mempertahankan sikap yang positif dan yang akhirnya tenggelam dalam sikap yang berpusat hanya pada kepentingan diri sendiri sehingga apa yang dicapainya tidak dapat dipertahankannya.
Oleh karena itu, ada suatu kebutuhan yang sangat mendesak bagi kita bangsa Indonesia untuk dapat mewujudkan sebuah masyarakat yang tidak hanya cerdas tetapi juga memiliki karakter yang baik yang dapat menopang keberhasilannya. Salah satu cara yang paling efektif adalah melalui pendidikan di sekolah. Karena hampir sebagian besar waktu dari generasi muda digunakan di sekolah. Dan di sekolahlah guru mempunyai kesempatan yang besar untuk memberi dampak positif kepada peserta didik berkaitan dengan pembentukan karakter mereka.
SMA Immanuel sebagai sebuah lembaga pendidikan menyadari peran pentingnya dalam melahirkan peserta didik yang memiliki budi pekerti luhur. Menyikapi akan kebutuhan bangsa untuk memiliki masyarakat yang berakhlak mulia, SMA Immanuel merencanakan dan menyelenggarakan sebuah sistem pendidikan yang mengintegrasikan  pendidikan karakter di dalamnya.  


    II.            RUMUSAN MASALAH

Kurangnya pemahaman dan kesadaran peserta didik bahwa nilai-nilai karakter sangat penting dikembangkan dalam mencapai keberhasilan dalam hidupnya.


 III.            TUJUAN

1.      Menumbuhkan nilai-nilai karakter yang  positif dalam diri peserta didik yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsa.
2.      Menciptakan iklim yang kondusif bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi alamiah dari dalam dirinya.
3.      Melahirkan peserta didik yang tidak hanya mempunyai kompetensi di bidang akademis melainkan juga memiliki kepribadian yang mulia.


 IV.            MANFAAT
Tercipta peserta didik yang memiliki nilai-nilai karakter positif dalam dirinya sehingga ia akan mampu memberikan dampak yang positif pula bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.








BAB II
KAJIAN / TINJAUAN PUSTAKA

       I.            DEFINISI SEKOLAH
                        Menurut sumber Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas, kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran di atas.
Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi: merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah. Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah. Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah berbeda, tergantung dengan kebutuhannya. Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain.
    II.            KARAKTER

A.        Definisi
                        Sebuah kamus mendefisinisikan karakter sebagai the complex of mental and ethical traits marking a person.” (suatu mental dan sikap yang layak yang menjadi ciri dari seseorang) . Di kamus yang lain, karakter disebutkan sebagai   the stable and distinctive qualities built into an individual’s life which determine his or her response regardless of circumstances. (kualitas yang stabil dan yang berbeda yang dibangun di dalam kehidupan seseorang yang menentukan responnya terhadap lingkungannya)
                        Abraham Lincoln berkata, “Reputation is the shadow. Character is the tree.” Karakter bukan hanya apa yang kita usahakan untuk dilihat orang, ia adalah siapa kita bahkan ketika tidak ada seorangpun yang melihat. Karakter yang baik adalah melakukan sesuatu yang benar karena adalah benar melakukan apa yang benar.
                        Apakah yang disebut sebagai kualitas karakter atau sifat/cirikhas yang membentuk karakter seseorang? Bagaimanakah mereka dapat dibangun di dalam kehidupan seseorang? Apakah sifat-sifat tersebut dapat diubah?
                        Jika kita membuat daftar tentang “kualitas karakter atau sifat-sifat  yang baik” kita mungkin akan memasukkan kata-kata seperti kejujuran, integritas, kemandirian, kesetiaan, antusiasme dan lain-lain. Tentu saja, masih ada banyak lagi yang dapat kita tambahkan.
                        Berikut beberapa kualitas karakter yang didapat dari “The Character Training Institute, Oklahoma City, Oklahoma:
·         Alertness – Being aware of what is taking place around me so I can have the right responses.
·         Attentiveness – Showing the worth of a person or task by giving my undivided concentration.
·         Availability – Making my own schedule and priorities secondary to the wishes of those I serve.
·         Benevolence – Giving to others basic needs without having as my motive personal reward.
·         Boldness – Confidence that what I have to say or do is true, right, and just.
·         Cautiousness – Knowing how important right timing is in accomplishing right actions
·         Compassion – Investing whatever is necessary to heal the hurts of others.
·         Contentment – Realizing that true happiness does not depend on material conditions.
·         Creativity – Approaching a need, a task, or an idea from a new perspective.
·         Decisiveness – The ability to recognize key factors and finalize difficult decisions.
·         Deference – Limiting my freedom so I do not offend the tastes of those around me.
·         Dependability – Fulfilling what I consented to do, even if it means unexpected sacrifice.
·         Determination – Purposing to accomplish right goals at the right time, regardless of the opposition.
·         Diligence – Investing my time and energy to complete each task assigned to me.
·         Discernment – Understanding the deeper reasons why things happen.
·         Discretion – Recognizing and avoiding words, actions, and attitudes that could bring undesirable consequences.
·         Endurance – The inward strength to withstand stress and do my best.
·         Enthusiasm – Expressing joy in each task as I give it my best effort.
·         Faith – Confidence that actions rooted in good character will yield the best outcome, even when I cannot see how.
·         Flexibility – Willingness to change plans or ideas according to the direction of my authorities.
·         Forgiveness – Clearing the record of those who have wronged me and not holding a grudge.
·         Generosity – Carefully managing my resources so I can freely give to those in need.
·         Gentleness – Showing consideration and personal concern for others.
·         Gratefulness – Letting others know by my words and actions how they have benefitted my life.
·         Honor – Respecting those in leadership because of the highter authorities they represent.
·         Hospitality – Cheerfully sharing food, shelter, or conversation to benefit others.
·         Humility – Acknowledging that achievement results from the investment of others in my life.
·         Initiative – Recognizing and doing what needs to be done before I am asked to do it.
·         Joyfulness – Maintaining a good attitude, even when faced with unpleasant conditions.
·         Justice – Taking personal responsibility to uphold what is pure, right, and true.
·         Loyalty – Using difficult times to demonstrate my commitment to those I serve.
·         Meekness – Yielding my personal rights and expectations with a desire to serve.
·         Obedience – Quickly and cheerfully carrying out the direction of those who are responsible for me.
·         Orderliness – Arranging myself and my surroundings to achieve greater efficiency.
·         Patience – Accepting a difficult situation without giving a deadline to remove it.
·         Persuasiveness – Guiding vital truths around another’s mental roadblocks.
·         Punctuality – Showing esteem for others by doing the right thing at the right time.
·         Resourcefulness – Finding practical uses for that which others would overlook or discard.
·         Responsibility – Knowing and doing what is expected of me.
·         Security – Structuring my life around that which cannot be destroyed or taken away.
·         Self-Control – Rejecting wrong desires and doing what is right.
·         Sensitivity – Perceiving the true attitudes and emotions of those around me.
·         Sincerity – Eagerness to do what is right with transparent motives.
·         Thoroughness – Knowing what factors will diminish the effectiveness of my work or words if neglected.
·         Thriftiness – Allowing myself and others to spend only what is necessary.
·         Tolerance – Realizing that everyone is at varying levels of character development.
·         Truthfulness – Earning future trust by accurately reporting past facts.
·         Virtue – The moral excellen ce evident in my life as I consistently do what is right.
·         Wisdom – Seeing and responding to life situations from a perspective that transcends my current circumstances.

Dengan memiliki daftar tersebut di atas akan memudahkan kita untuk berfokus kepada beberapa karakter yang khusus untuk membangun “karakter yang baik” di dalam kehidupan kita.
                        Dengan menggolongkan karakter ke dalam elemen dasarnya, kita akan lebih mampu untuk berfokus pada pembangunan  karakter yang spesifik dalam hidup kita. Dengan memperkuat beberapa karakter tertentu, seluruh karakter kita sedang diperbaiki.   Sebagai contoh kejujuran, ia terdiri dari beberapa kualitas dasar, yakni kebenaran, kemandirian, kerajinan dan lain-lain. Oleh karena itu, ketika saya sedang berusaha untuk menjadi jujur, saya juga pasti akan menjadi lebih benar, lebih mandiri, lebih rajin dan sebagainya.
                       
B.         Pengaruh Karakter dalam Kehidupan Kita
Telah disebutkan bahwa KARAKTER adalah pondasi dari semua kesuksesan sejati. Seseorang mungkin bisa memiliki uang, posisi atau kekuasaan, tetapi jika ia tidak memiliki karakter yang “baik” maka ia tidak dapat dikategorikan memiliki kesuksesan yang sejati.
            Karakter Menentukan Kesuksesan
                        Kita jarang berpikir bahwa karakter dapat memberikan dampak terhadap kesuksesan atau kegagalan kita. Tetapi ketika kita berpikir bahwa kualitas individu membentuk karakter seseorang, kita akan dengan mudah melihat bahwa memang benar demikian.
Seorang pelajar yang berjuang dengan matematika seringkali bisa berhasil karena rajin belajar dan mengerjakan latihan setiap hari dan tetap bertahan ketika ia letih dan tidak ingin berhenti.
Magic Johnson, salah satu pemain basket terkenal, mengembangkan kemampuannya dengan berlatih setiap hari saat ia muda. Ia mempraktekkan keteguhan hati dan ketekunan.
Abraham Lincoln menjadi presiden setelah berulangkali kalah dalam pemilihan karena minimnya perolehan suara. Karakternya adalah bahwa ‘ia tidak mau menyerah’. Ada begitu banyak contoh , betapa perhatian terhadap hal-hal yang kecil telah membuat perbedaan, betapa kerajinan dan kemandirian seseorang  dapat  mengantarnya pada promosi.
Ada juga beberapa contoh negatif. Kegagalan Richard Nixon melakukan apa yang benar telah menggiring dia pada kejatuhan. Kurangnya penguasaan diri pada diri O.J. Simpson menyebabkan ia terjebak dalam masalah yang besar. Kurangnya kerajinan dalam diri pelajar akan membawanya pada kegagalan untuk menyelesaikan studinya.

 III.            PENDIDIKAN KARAKTER

A.    Konsep Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development.” Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut David Elkind dan Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within.”
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan keteladanan mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaiman guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T.Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakekat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karkater dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah : cinta kepada Allah dan ciptaanNya (alam dengan isinya), tanggungjawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggungjawab, kwarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahlan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral koognitif, pendekatan analisis nilai dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah dan masyarakt) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam : Olah Hati (Spiritual and Emotinal Development), Olah Pikir ( Intelectual Development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and Kinestetic Development) dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity Development).
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. Al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan, yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klarifikasi tersebut, Elias (1989) mengklarifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni : pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkuangan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.

B.     Nilai-Nilai Karakter

Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan. Berikut adalah daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan deskripsi ringkasnya.
1.      Nilai karakter dalam bubungannya dengan Tuhan
a.       Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
a.       Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
b.      Bertanggungjawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
c.       Bergaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan yang buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
d.      Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e.       Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f.       Percaya Diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
g.      Berjiwa wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
h.      Berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termuktahir dari apa yang telah dimiliki.
i.        Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
j.        Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
k.      Cinta Ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepeduliaan dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
3.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
a.       Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
b.      Patuh pada aturan-aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
c.       Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
d.      Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
e.       Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
4.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
a.       Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
b.      Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
5.      Nilai kebangsaan
a.       Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
b.      Nasionalis/ Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
c.       Menghargai keberagaman
Sikap memebrikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
C.    Tahapan Pengembangan Karakter
Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling  atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional (lihat Diagram 1).
Diagram 1. Keterkaitan komponen moral dalam pembentukan karakter
Diagram 1. Keterkaitan komponen moral dalam pembentukan karakter
Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domain affection atau emosi). Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut dengan “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat kebaikan. Pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral feeling), dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham. Dengan demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni mengembangkan moral knowing, kemudian moral feeling, dan moral action. Dengan kata lain, makin lengkap komponen moral dimiliki manusia, maka akan makin membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh.
Pengembangan karakter sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sampai ke penghayatan nilai secara afektif. Menurut Mochtar Buchori (2007), pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri anak, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. Pendidikan karakter mestinya mengikuti langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantoro menterjemahkannya dengan kata-kata cipta, rasa, karsa.
D.    Pendidikan Karakter secara terpadu melalui pembelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah
Prinsip dan Pendekatan
Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
3. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan.
Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru tidakharus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu.
4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan;
Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.

Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini:

1. Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah, yaitu melalui hal-hal berikut.
a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh. Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.
d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.

2. Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan
dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
a. mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;
d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan antarkelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah.
Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.
2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan seharihari sebagai bagian dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, pameran foto hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan dengan budaya dan karakter bangsa.
3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).



















BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

       I.            PERENCANAAN KEGIATAN

Dengan mengacu pada modul panduan pendidikan karakter di SMA yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, maka SMA Immanuel menyusun beberapa program untuk memecahkan masalah minimnya pemahaman dan kesadaran peserta didik akan pentingnya karakter dalam kehidupannya, antara lain:
1.      Program Pengembangan Diri
a.              Jenis dan strategi pelaksanaan Pengembangan diri yang diselenggarakan SMA Immanuel adalah sebagai berikut:
Jenis Pengembangan diri
Jenis Kegiatan
Nilai-nilai yang ditanamkan
Strategi
Bimbingan Konseling
·      Pembinaan individu
·      pembinaan tatap muka guru BP masuk kelas

·      kemandirian
·      percaya diri
·      kerjasama
·      demokratis
·      peduli sosial
·      komunikatif
·      jujur
·      pembentukan karakter atau kepribadian
·      pemberian motivasi
·      bimbingan karier
Kegiatan Ekstra kurikuler



1.      Pengembangan Bakat
Olah raga
·         Basket
·         Futsal



Seni
·         Paduan Suara
·         musik
·         Tari
·      Sportifitas
·      menghargai prestasi
·      kerja keras
·      disiplin
·      cinta damai jujur
·      Displin


·      Kreatifitas
·      Ketekunan
·      Menghargai hasil karya orang lain
·      Peduli Budaya
·      cinta tanah air
·      semangat kebangsaan
·      melalui latihan rutin 
·      perlombaan olahraga





·      latihan rutin
·      mengikuti lomba
·      mengisi acara akbar
·      pagelaran seni
·      peringatan hari besar nasional/agama
2.      Pengembangan  minat
  • Pemandu Wisata
  • Jurnalistik

  • Broad Casting
  • Tata Busana
·         Agronomi
·      percaya diri
·      kreatif
·      mandiri demokratis
·      kerja keras
·      pantang menyerah
·      peduli sosial
·      cinta damai cinta tanah air
·      sabar
·      kerjasama
·      latihan rutin
·      pameran
·      pasar seni

2.      Pengintegrasian Nilai Karakter pada Mata Pelajaran
                 Pada prinsipnya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah. Guru dan sekolah mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam KTSP, silabus dan RPP serta penilaian yang sudah ada. Indikator nilai-nilai budaya dan karakter bangsa ada dua jenis yaitu (1) indikator sekolah dan kelas, dan (2) indikator mata pelajaran.
                 Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru dan personalia sekolah merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari(rutin). Indikator mata pelajaran mengambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Perilaku yang dikembangkan dalam indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif artinya perilaku tersebut berkembang semakin komplek antara satu jenjang kelas dengan jenjang kelas diatasnya, bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku berikutnya yang lebih komplek.
                 Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar aktif dan berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah dan masyarakat. Dikelas dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru dengan cara integrasi. Di sekolah dikembangkan dengann upaya pengkondisian atau perencanaan sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan dalam Kalender Akademik dan dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai budaya karakter bangsa. Di masyarakat dikembangkan melalui kegiatan ekstra kurikuler dengan melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta tanah air dan melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Adapun penilaian dilakukan secara terus menerus oleh guru dengan mengacu pada indikator pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter, melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, model anecdotal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan), maupun memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya.
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan pada SMA/SMK sesuai dengan Modul Pendidikan Karakter untuk SMA yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan  Jawa Timur antara lain:
No
Nilai
Penjelasan
1
Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pemeluk agama yang berbeda, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain
2
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan
3
Toleransi
Sikap dan tindakan menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya
4
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pabda berbagai ketentuan peraturan
5
Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
6
Kreatif
Berfikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru dari yang telah dimiliki
7
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya
8
Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak  yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9
Rasa Ingin Tahu
Sikap tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari yang dilihat dan didengar
10
Semangat Kebangsaan
Cara berfikir, bertindak, dan yang berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
11
Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepeduliandan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa
12
Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain
13
Bersahabat/Komunikatif
Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain
14
Cinta Damai
Sikap, perkataan dan tindakan yangb menyebabkan oranglain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
15
Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai macam yang memberikan kebajiakn bagi dirinya
16
Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan
17
Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam disekitarnya dan menegmbangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

                             Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan dan sebagainya guru dapat memberikan kesimpulan/pertimbangan yang dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut:
1.         BT : Belum terlihat (apabila peserta didik memperlihatkan tanda tanda awal perilaku yang    dinyatakan dalam indikator)
2.         MT : Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten)
3.    MB : Mulai berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten)
4.    MK : membudaya( apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten)

3.      Budaya Sekolah ( Kegiatan Rutin/Pembiasan)
Kegiatan Rutin/ pembiasaan SMA Immanuel Batu dilaksanakan sebagai berikut:
           
Kegiatan
Contoh
Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal
·         piket kelas
·         ibadah
·         doa pagi
·         berdoa sebelium dan sesudah pembelajaran dikelas
·         bakti sosial ( donor darah)
·         upacara bendera
·         Jumat bersih
·         Jumat sehat
·         Baca di perpustakaan
·         entrepreneur
·         Akses materi di Lab. Komputer
·         retreat
Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalamkejadian khusus
·         memberi dan menjawab salam
·         meminta maaf
·         berterima kasih
·         mengunjungi orang sakit
·         membuang sampah pada tempatnya
·         menyiram tanaman
·         menolong orang yang sedang dalam kesusahan
·         meleraikan pertengkaran
Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari
·         performa guru
·         mengambil sampah yang berserakan
·         cara berbicara yang sopan
·         mengucapkan terima kasih
·         minta maaf
·         menghargai pendapat orang lain
·         memberi kesempatan terhadap pendapat yang berbeda
·         mendahulukan kesempatan pada orang tua
·         penugasan peserta didik secara bergilir
·         mentaati tata tertib
·         memberi salam ketika bertemu
·         berpakaian bersih dan rapi
·         menempati janji
·         memberikan penghargaan kepada orang lain yang berprestasi
·         berperilaku santun
·         pengendalian diri yang baik
·         memuji orang yang jujur
·         mengakui kebenaran orang lain
·         mengakui kesalahan diri sendiri
·         berani mengambil keputusan berani berkata benar
·         melindungi kaum yang lemah
·         membantu kaum fakir
·         sabar mendengar orang lain
·         mengunjungi teman yang sakit
·         membela kehormatan bangsa
·         mengembalikan barang yang bukan miliknya
·         antri
·         mendamaikan

    II.            PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan dilaksanakan mulai tahun pelajaran 2009/2010 – sekarang

 III.            HASIL KEGIATAN

No
Permasalahan
Kegiatan nyata yang telah dilakukan
Hasil Kegiatan
1
Peserta Didik kurang disiplin waktu datang ke sekolah
Sekolah mengadakan pembiasaan doa pagi yang beragama nasrani, dan studi pustaka bagi yang beragama lain.
Jumlah peserta didik yang terlambat mulai berkurang
2
Peserta Didik kurang menghormati guru dan karyawan
Sekolah mengadakan pembiasan Sapa, Senyum dan Salam (3S )
Rasa hormat kepada guru dan karyawan meningkat dalam 2 tahun terakhir
3
Peserta Didik sering berkata kotor dan kurang dapat menunjukkan sikap yang baik selam pelajaran
Sekolah mengadakan pembinaan kerohanian      (retreat) setahun sekali dan ibadah pagi setiap pagi serta   pembinaan karakter setiap hari Senin meinggu 1 dan ke 3
Peserta Didik lebih mudah diatur dan menunjukkan sikap yang baik dalam pembelajaran
4
Peseta Didik kurang antusias mengikuti proses pembelajaran
Guru menerapkan strategi pembelajaran yang aktif,  inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Dalam waktu 2 tahun semangant peserta didik dalam mengikuti pembelajaran mulai meningkat.
5
Peserta Didik kurang memiliki komunikasi yang baik dengan guru dan kurang peduli dengan lingkungannya.
Sekolah mengadakan kegiatan yang melibatkan semua guru dan peserta didik bersama-sama misal, Jumat bersih, Jumat sehat, retreat dan Ibadah bersama setiap Sabtu.
Dalam waktu 2 tahun terakhir keakraban guru dan peserta didik terjalin dengan baik dan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan meningkat.
6
Peserta Didik kurang memahami nilai tanggungjawab
Sekolah mengadakan pelatihan/diklat rutin untuk tiap pengurus OSIS dan bagian-bagiannya.
Tumbuh nilai kemandirian dan tanggungjawab dalam diri peserta didik dalam setiap kegiatan bersama
7
Peserta Didik kurang kreatif dan kurang berani menunjukkan potensi dalam dirinya
Sekolah membentuk  beberapa ekstrakurikuler untuk memotivasi peserta didik lebih kreatif dan berani
Peserta Didik mulai berani menunjukkan kreatifitasnya dan merasa betah di sekolah
8
Kurangnya jumlah peserta didik yang mencapai ketuntasan dalam kompetensi akademis
Sekolah mengembangkan pola belajar dengan menggunakan tutor sebaya
Prosentase ketuntasan belajar peserta didik meningkat

























BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.                Kesimpulan
                        Berdasarkan pengalaman kami dalam melaksanakan tugas sebagai guru, maka kami menyimpulkan bahwa:
1.      Pendidikan karakter mutlak perlu diberikan di dalam pendidikan formal sejak usia dini.
2.      Pendidikan karakter akan memperbaiki moral bangsa menuju kepada bangsa yang bermartabat dan berkualitas.
3.      Pendidikan karakter  adalah kunci keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan hidupnya.
4.      Pendidikan karakter sangat efektif ketika menggunakan prinsip keteladanan dari para pemimpin, guru dan orang tua.
5.      Pendidikan karakter tidak hanya akan dapat membuat peserta didik sendiri menjadi orang yang kuat, melainkan juga keluarga, bangsa dan negara akan menjadi kuat.
6.      Pendidikan karakter akan membuat peserta didik lebih maksimal dalam mengembangkan potensi dalam dirinya.
7.      Pendidikan karakter akan membuat suasana sekolah menjadi lebih kondusif bagi peserta didik untuk  mencapai kompetensi yang diinginkan dalam tugas belajarnya.

B.              Saran
1.      Pemerintah Indonesia lebih giat lagi mensosialisikan pentingnya pendidikan karakter, baik secara langsung maupun melalui media.
2.      Dinas Pendidikan lebih aktif  lagi dalam mengadakan kegiatan-kegiatan yang menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai karakter budaya bangsa, baik bagi peserta didik maupun para staf pendidik.
3.      Adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa, pemerintahan sampai pada para guru dan orang tua dalam penerapan nilai-nilai karakter budaya bangsa.
4.      Adanya dukungan dana dari pemerintah untuk sekolah-sekolah dalam rangka pengembangan fasilitas pendidikan karakter peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA

Harijati, Asri, dkk, 2010. Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Atas. Surabaya: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.

Hasan,Said Hamid, dkk, 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum

Definisi Sekolah. Wikipedia Ensiklopedia Bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah